Lebih dari 600 Anak Keracunan MBG di Garut, Bupati: Tanggung Jawab BGN

Bupati Garut Abdusy Syakur Amin menegaskan kasus keracunan MBG adalah tanggung jawab pemerintah pusat, yakni BGN.

Liberty Jemadu
Senin, 22 September 2025 | 18:15 WIB
Lebih dari 600 Anak Keracunan MBG di Garut, Bupati: Tanggung Jawab BGN
Lebih dari 600 anak menjadi korban keracunan MBG di Garut, Jawa Barat pada September 2025. Foto: Petugas menyiapkan paket MBG di SPPG Samarinda Ulu 2 di Samarinda, Kalimantan Timur, Rabu (27/8/2025). [Antara/M Risyal Hidayat]
Baca 10 detik
  • Lebih dari 600 pelajar di Garut jadi korban keracunan MBG.
  • Bupati Garut Abdusy Syakur Amin menegaskan bahwa MBG adalah urusan BGN. 
  • Pemkab Garut sudah melakukan penanganan medis terhadap pelajar korban keracunan MBG. 

SuaraJabar.id - Bupati Garut Abdusy Syakur Amin mengatakan kasus keracunan Makanan Bergizi Gratis (MBG) dengan korban lebih dari 600 anak di wilayahnya merupakan tanggung jawab pemerintah pusat, khususnya Badan Gizi Nasional (BGN).

Abdusy menegaskan program MBG merupakan kebijakan pemerintah pusat, termasuk soal dapur atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) hingga pengawasannya.

"Itu kan ranahnya BGN, jadi semua mulai dari izin pendirian, kemudian juga pengawasan, itu sampai saat ini masih dikontrol oleh BGN," kata Abdusy dilansir dari Antara, Senin (22/9/2025).

Ia mengatakan program MBG tersebut saat ini kewenangan sepenuhnya ada di Badan Gizi Nasional (BGN), dan di daerah merupakan penerima manfaat dari program tersebut.

Baca Juga:Usaha Maju Berkat BRI, Supplier Ikan Ini Dipercaya Program MBG

Pemkab Garut, kata dia, akan memperhatikan secara khusus program MBG agar berjalan aman, lancar, dan sehat.

Kekinian dapur MBG di Kecamatan Kadungora, Garut, yang diduga menjadi penyebab ratusan siswa keracunan di kabupaten setempat ditutup sementara.

"Ya, dipending itu kan berarti ditutup sementara," kata Bupati Abdusy.

Ia menyampaikan Pemkab Garut saat ini sudah melakukan penanganan medis terhadap seluruh siswa yang mengalami gejala keracunan makanan di Kecamatan Kadungora.

Begitu juga tim Dinkes Garut, kata dia, sudah melakukan uji sampel makanan yang disajikan dalam menu MBG tersebut untuk mengetahui penyebab keracunannya, begitu juga belum bisa diduga-duga faktor penyebabnya.

Baca Juga:MPR Geram! Soroti Carut-Marut Pelaksanaan MBG di Bogor Usai Kasus Keracunan

"Saya juga tidak bisa ngeduga-duga," katanya.

Sebelumnya Dinkes Garut sudah mengambil sampel makanan untuk dilakukan uji laboratorium dan juga sudah menangani siswa yang mengalami gejala keracunan sebanyak 657 orang, 19 orang di antaranya dirawat dan sudah pulih.

Kejadian itu berawal dari sejumlah siswa mengeluhkan sakit, seperti pusing, mual, dan muntah-muntah setelah menyantap makanan yang disajikan di sekolahnya, yakni MA Maarif Cilageni, SMA Siti Aisyah, dan SMP Siti Aisyah, kemudian SDN 2 Mandalasari di Kecamatan Kadungora pada Selasa (16/9/2025).

Kondisi siswa tersebut semakin parah, kemudian dilakukan pemeriksaan kesehatan, Rabu (18/9/2025) sampai akhirnya mulai bermunculan siswa dengan mengeluhkan sakit yang sama ke puskesmas.

Dinas Kesehatan Kabupaten Garut pada Senin menyampaikan 657 pelajar korban keracunan MBG sudah berangsur sehat, begitu juga yang dirawat sudah dipulangkan.

"Kalau keseluruhan yang bergejala sekitar 600-an ya, tapi kan gejalanya ringan ya, dan alhamdulillah sekarang semuanya sudah sehat," kata Kepala Dinkes Kabupaten Garut Leli Yuliani.

Ia melanjutkan Dinkes Garut saat ini menunggu hasil uji laboratorium sampel makanan yang dikonsumsi siswa yang hasilnya diketahui sekitar lima atau tujuh hari.

"Sekarang belum, belum ada hasilnya, waktu itu kan dikirimnya hari Rabu, ya katanya sekitar 5-7 hari, besok atau lusa mudah-mudahan ya," katanya.

Ia menyampaikan pelayanan makanan secara massal itu tentu harus ada sertifikat layak kesehatan dan keamanan pangan maupun air sebelum dikonsumsi masyarakat.

Seperti halnya penyediaan makanan di tempat usaha rumah makan, kata dia, sama harus sudah memenuhi persyaratan tertentu untuk menjaga keamanan dan kesehatan makanan.

"Yang penting sesuai dengan ketentuan, itu tergantung untuk apa konteksnya, misalnya untuk rumah makan biasa kan ada tersendiri kriteria yang harus dipenuhi, kalau penanganan gizi kan beda dengan warung nasi biasa," tutup dia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini