SuaraJabar.id - Kusnaedi (45), sopir bus jurusan Bandung-Cirebon di Terminal Cicaheum, Bandung, terpaksa harus menjual beberapa barang demi bertahan hidup di tengah pandemi virus Corona Covid-19.
Hal itu dilakukan untuk menutupi kebutuhan hidup kelima anak dan istrinya di Majalaya, Bandung.
Sejak kemunculan wabah Corona di Indonesia pada awal Maret lalu, penumpang di Terminal Cicaheum Bandung, semakin sepi.
"Dari ada Corona cuma 2 kali narik, penumpangnya yang pertama 8 orang dan yang kedua ada 9 penumpangnya," jelas Kusnaedi kepada Suara.com, ketika ditemui di Terminal Cicaheum Bandung, Minggu (26/4/2020).
Baca Juga:Penasihat LN Donald Trump: Kim Jong Un Kemungkinan Meninggal atau Lumpuh
Sudah sejak pagi pukul 9 hingga sore pukul 17.30 WIB, Kusnaedi mengeluhkan belum ada satu penumpang.
"Turun drastis penumpang, ini dari jam 9 pagi sampai sekarang belum ada penumpang satupun, baru ada bus arah Cirebon satu jam 9 tadi yang keluar. Biasanya setengah jam sekali ada pemberangkatan," ungkapnya.
Lelaki yang sudah sejak 20 tahun bekerja sebagai sopir bus itu mengeluhkan kondisi yang semakin sulit. Kusnaedi mengungkapkan baru kali ini merasa begitu sulit.
"Sudah 20 tahun di bus, baru kali ini merasakan yang namanya pahit, biasanya sesepi apapun kalau misalkan ada ngetem (mengunggu penumpang) pasti ada penumpang. Ini semakin lama semakin tidak ada penumpang," keluh Kusnaedi.
Sejak merebaknya pandemi Corona, untuk membiayai kebutuhan anak dan istrinya di rumah, Kusnaedi terpaksa menjual beberapa barang miliknya.
Baca Juga:Larangan Mudik, Bus di Terminal Cicaheum Bandung Masih Angkut Pemudik
Hal itu dikarenakan pendapatannya sebagai sopir bus terus menurun. Bahkan hanya cukup untuk makannya di terminal, untuk keluarga sudah tidak ada.
Kusnaedi menuturkan, untuk keseharian anak dan istirnya di rumah, tak jarang hanya mengandalkan pinjaman beras dari saudara.
Untuk lauk, istrinya terpaksa mengutang di tetangga.
"Biaya ke keluarga nol besar, untuk makan mereka di rumah terpaksa ngutang dari warung. Kalau ada saudara punya beras pinjam dari saudara, lauknya ngutang," ungkap Kusnaedi.
"Barang yang ada aja dijual, udah jual. Alat penetas bebek, hampir sebulan lebih sudah habis tiga dijual, itupun sudah pinjam lagi uang dari yang mau beli alatnya," Kusnaedi menambahkan.
Kusnaedi juga mengeluhkan belum adanya bantuan dari pemerintah yang sudah dijanjikan hingga sekarang.
Nasib terburuk, jika semakin krisis, Kusnaedi hanya mengharapkan bantuan dan sumbangan dari donatur.
"Perihal bantuan, kemarin sudah didata, ternyata sampai sekarang belum nyampe. Nggak tahu nanti, cuman mengharapkan dari donatur aja kalau ada," ujar Kusnaedi.
Kusnaedi mengungkapkan bahwa sejujurnya ia memiliki ketakutan jika terpapar Covid-19, namun keadaan membuatnya harus terus bekerja.
Dia hanya bisa berharap jika pemerintah bisa memberi bantuan dan tepat sasaran.
"Sebenarnya takut ada, cuma karena saya berpikir kalau misal di rumah aja, anak istri saya jadi malah nanggung juga makan saya, kalau kayak gini di terminal minimal ada untuk bisa sendiri," tuturnya.
"Harapannya untuk pemerintah kalau misal niat membantu istilahnya, tolong lah membantu benar kepada yang membutuhkan, jangan sampai bantuan salah sasaran," pungkas Kusnaedi.
Kontributor : Emi La Palau