SuaraJabar.id - Di tengah derasnya kritikan dari rakyat pada Presiden Joko Widodo atau Jokowi, suara dukungan datang dari Bandung.
Melalu akun Instagram mereka, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjajaran (FISIP Unpad) menyatakan berdiri bersama Presiden Joko Widodo.
Hal ini cukup mengagetkan, mengingat beberapa BEM seperti BEM UI dan BEM UGM justru melayangkan kritik pada Jokowi.
FISIP Unpad dikenal telah melahirkan banyak aktivis hingga jurnalis yang hingga kini masih berdiri bersama rakyat. Namun BEM mereka malah memilih berdiri bersama Presiden Jokowi. Syaratnya, Presiden Jokowi harus menuntaskan seluruh janji-janjinya selama ini kepada masyarat.
Baca Juga:Mobil Darurat Covid-19 dari Omesh, Ini Cara Menghubunginya
"Halo, Kema FISIP! Melihat banyaknya kritik terhadap Presiden Jokowi yang dilayangkan oleh berbagai elemen masyarakat termasuk mahasiswa belakangan ini maka dengan ini kami memilih untuk berdiri bersama Presiden Jokowi.," tulis akun BEM FISIP Unpad seperti dikutip oleh BeritaHits.Id-jejaring Suara.com, Jumat (16/8/2021).
"Dengan syarat Presiden Jokowi beserta jajarannya menuntaskan seluruh janji dan omongannya serta senantiasa berpihak kepada rakyat Indonesia!," lanjutnya.
BEM FISIP Unpad juga mengunggah beberapa slide foto. Slide pertama menampilkan bentuk dukungan ke Presiden Jokowi.
Tak disangka, foto kedua berbentuk meme yang menyatakan tidak jadi mendukung orang nomor satu di Indonesia itu.
"Kami bersama Presiden Jokowi. Tapi boong," tulis keterangan dalam foto tersebut.
Baca Juga:PPKM Darurat Cuma Atur Rakyat, Pemerintah Luput Tulis Kewajiban Negara
Ternyata, BEM FISIP Unpad tetap mengambil langkah yang sejalan dengan BEM UI dan UGM. Mereka mengkritisi rezim pemerintahan Presiden Jokowi yang dinilai sudah melahirkan kebijakan-kebijakan absurd dan merugikan masyarakat.
"Namun faktanya hari ini masih seringkali kita jumpai rangkaian kebijakan yang absurd dan tidak sesuai dengan omongan Presiden Jokowi. Mulai dari kriminalisasi masyarakat adat, carut marut penanganan covid, hingga pembungkaman kebebasan berpendapat," kritik BEM FISIP Unpad.
Berikut 5 poin rangkuman keabsurdan rezim Presiden Jokowi menurut BEM FISIP Unpad:
1. Presiden Anti Kritik, Yang Kritik Kena Delik Hingga Diserang Buzzer
Presiden Jokowi berulang kali mengatakan bahwa dirinya terbuka terhadap kritik hingga berujar kalau kangen didemo.
Nyatanya dalam setiap kritik yang disampaikan kepada Presiden Jokowi, baik di sosial media ataupun dalam aksi demonstrasi selalu berujung serangan digital ataupun represifitas kepada pengkritiknya.
2. Presidennya Pakai Baju Adat, tapi di Negaranya Masyarakat Adat Dikriminalisasi
Beberapa kali dalam acara resmi kenegaraan, Presiden Jokowi menggunakan baju adat. Namun realita yang terjadi adalah masyarakat adat sering mengalami kriminalisasi karena mempertahankan tanah leluhur mereka.
3. Presiden Bilang A, Jajarannya Malah B
Beberapa kali instruksi dan ucapan Presiden Jokowi tidak dijalankan dengan sesuai oleh jajarannya. Seperti pada tes wawasan kebangsaan KPK beberapa waktu lalu, Presiden Jokowi mengeluarkan pernyataan bahwa hasil TWK tidak dijadikan satu-satunya dasar dalam memberhentikan 75 pegawai KPK.
Faktanya, KPK tetap mencoret 51 dari 75 pegawai yang dinyatakan tidak lolos TWK. Wakil Ketua KPK, Alexander Marwatta beralasan 51 pegawai yang dicoret itu sudah tidak bisa dibina lagi.
4. Pemimpin Bingung Hadapi Krisis, Anti Lockdown Hingga Kebijakan Bermasalah
Pandemi Covid-19 sudah hampir menjangkiti Indonesia selama 15 tahun dan hingga kini belum ada tanda bahwa pandemi akan segera berakhir. Malahan, selama 1,5 tahun ini penanganan pandemi dapat dikatakan carut marut.
Angka penularan dan kematian akibat Covid-19 semakin tinggi. Namun, kebijakan pemerintah dan DPR bukannya fokus menangani pandemi justru mengeluarkan kebijakan kontroversial yang seolah memanfaatkan momentum pandemi, seperti UU Minerba, UU Cipta Kerja, sampai wacara presiden 3 periode.
5. Kursi Pejabat Publik Hingga Komisaris BUMN untuk Semua Keluarga dan Rekan Dekat
Sistem pemerintahan demokrasi memungkinkan siapa saja untuk menduduki posisi pejabat publik. Namun hanya di rezim Jokowi, dimana seorang anak dan menantu Presiden menduduki Walikota di waktu bersamaan.
Selain itu, posisi Komisaris BUMN juga diobral kepada seluruh simpatisan, pendukung, bahkan pengkritik rezim sehingga Komisaris BUMN seolah hanya balas budi atau upaya untuk mendiamkan pengkritik rezim.