Kenaikan Harga BBM Mulai Makan Korban, Pabrik Textile di Sumedang Terpaksa Rumahkan Buruh

"Ya tentu saja sangat berdampak, terkait adanya kenaikan harga BBM dan kondisi ekonomi dunia yang belum stabil," ujarnya.

Ari Syahril Ramadhan
Sabtu, 17 September 2022 | 16:55 WIB
Kenaikan Harga BBM Mulai Makan Korban, Pabrik Textile di Sumedang Terpaksa Rumahkan Buruh
Ketua Dewan Pengurus Kabupaten (DPK) Asosiasi Pengusuha Indonesia (Apindo) Kabupaten Sumedang, Luddy Sutedja yang juga Manajer Umum Bidang Humas dan Lingkungan PT Kahatex. [Times Indonesia]

SuaraJabar.id - Sektor perindustrian merasakan pukulan cukup kuat imbas dari kebijakan pemerintah menaikan harga bahan bakar minyak atau BBM. Di Kabupaten Sumedang, PT Kahatex terpaksa harus merumahkan sejumlah karyawannya ditambah dengan habisnya masa kontrak.

Imbas kenaikan harga BBM dirasa cukup berat oleh kalangan industri karena dilakukan pada saat mereka belum pulib benar dari dampak pandemi.

"Ya tentu saja sangat berdampak, terkait adanya kenaikan harga BBM dan kondisi ekonomi dunia yang belum stabil. Sehingga, hal ini menjadi dasar adanya pemberhentian bagi sejumlah karyawan PT Kahatex," ujar Ketua Dewan Pengurus Kabupaten (DPK) Asosiasi Pengusuha Indonesia (Apindo) Kabupaten Sumedang, Luddy Sutedja yang juga Manajer Umum Bidang Humas dan Lingkungan PT Kahatex kepada wartawan di Sumedang Jawa Barat (Jabar), Sabtu (17/9/2022).

Menurut Luddy, mereka yang diberhentikan itu tidak diperpanjang lagi kontraknya oleh PT Kahatex. Terlebih, ada alasan tersendiri bagi perusahaan untuk karyawan yang diberhentikan seperti, penilaian kinerja, kedisiplinan dan lain sebagainya.

Baca Juga:Partai Buruh dan Serikat Pekerja Bakal Kepung Istana Negara 4 Oktober, Tolak Kenaikan Harga BBM

Kemudian, imbuh Luddy, tidak benar jika adanya isu yang beredar bahwa perusahaan PT Kahatex melakukan pemutusan kerja sepihak terhadap 3.000 karyawannya.

"Begini ya, terdapat 3.000 karyawan kontrak di perusahaan PT Kahatex yang telah habis masa kontraknya atau tidak diperpanjang. Sejak bulan Agustus sampai September 2022 ada sekitar 174 orang tidak diperpanjang lagi kontraknya," ucap Luddy.

Luddy mengatakan, memang benar kondisi pandemi yang sudah 3 tahun membuat perusahaan-perusahaan di Sumedang termasuk PT Kahatex pun kesulitan dari sisi order yang cenderung terus turun. Diperparah lagi dengan adanya kenaikan BBM yang berdampak pada meningkatnya cost produksi perusahaan.

"Sebenarnya, terkait kenaikan harga BBM ini kami masih bisa menyikapi atau masih bisa mengaturnya. Tetapi, karena memang pandemi yang memakan waktu cukup panjang menyebabkan order terus menurun," jelasnya.

Peristiwa perang Ukraina-Rusia pun sangat berpengaruh, pasalnya berada di wilayah Eropa. Dan produksi di PT Kahatex atau produknya masuk ke wilayah sana.

Baca Juga:Sebut Indonesia Kian Diperhitungkan Dunia, Airlangga Minta Pemerintah Daerah dan Pusat Kompak

"Jika dulu prosedurnya tidak sesulit ini. Sekarang semua susah, harus dilengkapi dengan izin itu ini. Sehingga, persoalan yang terjadi menyebabkan buyer di Eropa agak kesulitan untuk order ke PT Kahatex ini," ujarnya.

Selain itu, terang Luddy, adanya pergeseran dari energi batu bara ke energi terbarukan. Apalagi, buyer meminta adanya perubahan energi. PT Kahatex juga harus sudah mulai berpikir bagaimana menggunakan solar thermal atau solar cell yang bisa menggantikan komunitas batu bara.

"Nah, ini kan perlu cost tinggi, sedangkan cost itu sendiri harus disiapkan segala sesuatunya. Untuk menyiasati itu semua, bagaimana caranya agar bisa menerima order lagi dari Eropa. Otomatis kami pun harus menyesuaikan penggunaan energi terbarukan sesuai standar di eropa. Berdasarkan rapat dengan berbagai departemen. Salah satu solusinya adalah mengurangi jumlah karyawan dengan cara tidak memperpanjang kontrak mereka yakni, ini bukan di-PHK begitu saja," ucap Luddy.

Dikatakannya, dari jumlah 3.000 karyawan kontrak PT Kahatex, memang telah dilakukan untuk tidak memperpanjang lagi kontraknya sejak bulan Agustus kemarin.

Namun demimkan, PT Kahatex juga masih punya hati yakni tidak begitu saja untuk merumahkan sebagian karyawannya. Melainkan dipertimbangkan berdasarkan kinerja karyawan kontrak mulai absensi, sikap dengan atasan, hingga loyalitas kepada perusahaan.

"Kahatex bukanlah perusahaan yang seenaknya melakukan sesuatu tanpa berpikir. Kami tetap memikirkan dampak sosialnya bagaimana sampai persoalan di lingkungannya. Karyawan PT Kahatex Ini kan terbilang banyak, masyarakat yang menopang hidupnya di PT Kahatex. Olehsebab itu, kami tetap menjaga hubungan baik dengan desa, masyarakat hingga tokoh masyarakat," kata dia.

"Oleh karenanya, kami memulai dari bulan Agustus 2022. Karyawan yang habis masa kontraknya ada 632 orang. Dari jumlah 632 orang ini, kami tidak langsung putus kontrak begitu saja. Hanya 60 orang yang dengan sangat terpaksa harus di putus kontraknya. Ini bukan PHK ya," lanjutnya.

Bahkan, imbuh Luddy, dari 60 karyawan kontrak yang telah habis masa kontraknya, semua hak haknya dipenuhi. Termasuk pesangon selama 2 bulan gaji dibayarkan sesuai aturan.

Lebih dari itu, imbas dirumahkannya 60 karyawan PT Kahatex tersebut menuai isu beragam mulai dari tokoh masyarakat setempat hingga keluarga yang bersangkutan khususnya di lingkungan perusahaan.

"Sekali lagi, mereka tidak dikeluarkan hanya tidak diperpanjang kontraknya. Ditambah, yang bersangkutan juga sudah selesai masa kontraknya," papar Luddy.

Ia melanjutkan, proses pemberhentian karyawan kontrak yang habis masa kontraknya dilanjutkan pada bulan September 2022. Di mana, sebanyak 786 karyawan sudah habis masa kontraknya, dan dari 786 itu, hanya 90 orang yang tidak diperpanjang masa kontraknya. Tentu dengan pertimbangan dan hasil penilaian setiap departemen dilihat dari absensi, kinerja, dan loyalitas kepada atasannya.

"Kemudian pada Oktober 2022 dilanjutkan kembali, akan ada 24 karyawan PT Kahatex yang habis masa kontraknya dan tidak diperpanjang oleh perusahaan," tuturnya.

Jadi, imbuh Luddy, sekali lagi sejak Agustus sampai Oktober dari jumlah karyawan kontrak sebanyak 3000 orang itu hanya 174 orang yang habis masa kontraknya dan tidak diperpanjang dengan alasan kondisi ekonomi dunia yang belum stabil.

"Insya Allah komitmen kami, ke-174 karyawan ini masuk dalam catatan. Artinya bisa dipanggil kerja kembali jika kondisi ekonomi dunia sudah stabil," tandasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini