SuaraJabar.id - "Kamu LSM Mana, Kamu Wartawan Mana?" hardik kontraktor PLTU Indramayu. Tanpa ba, bi, bu, bogem mentah langsung diberikan oknum kontraktor itu ke warga.
Perlawanan menuntut hak hidup lebih layak dan menjaga lingkungan dari kerusakan tak lelah disuarakan oleh masyarakat Indramayu yang tergabung di jaringan tanpa asap batu baru (Jatayu).
Meski warga yang tergabung di Jatayu sadar, aksi mereka ini dibayangi dengan intimidasi dan ancaman dari sejumlah pihak.
Tarmudi, salah satu koordinator Jatayu menceritakan betapa kelamnya warga saat menyuarakan penolakan terhadap PLTU 1 Indramayu. Warga mendapat intimidasi dari oknum kontraktor dari PLTU 1 Indramayu.
Baca Juga:Kepulan Asap Pembakaran Batu Bara PLTU Menyiksa Kami
Kejadian itu terjadi saat alat berat berada di sekitaran PLTU 1 Indramayu. Kedatangan alat berat itu menarik perhatian warga. Mereka berbondong melihat dan bertanya maksud kedatangan alat berat ke kampung mereka.
Tarmidi bercerita saat itu, ia dan rekannya, Muin diutus untuk mendokumentasikan kedatangan alat-alat berat tersebut.
Saat tengah memotret kedatangan alat-alat berat itu, Tarmidi dan Muin didatangi oleh petugas kontraktor PLTU 1 Indramayu.
"Kontraktor itu tiba-tiba mendatangi Mas Muin dan layangkan bogem mentah bertanya soal identitas," cerita Tarmidi kepada Suara.com
"Kamu LSM mana?" tanya si oknum kontraktor seraya menghajar Muin.
Baca Juga:Rentetan Kiamat Warga Indramayu Pasca Tembok Beton PLTU Berdiri
Tak puas menghajar satu kali, oknum kontraktor kemudian menuduh Muin sebagai wartawan.
"Saya bukan wartawan kok," kata Tarmidi menirukan jawaban Muin.
"Bukan LSM bukan wartawan, tapi tetap ditonjok," tambah Tarmidi.
Akibat bogem mentah itu, Muin kata Tarmidi dibuat tak berdaya. Tarmidi pun langsun melarikan Muin ke rumah sakit.
Muin sempat visum dan melaporkan kejadian ini kepada pihak berwajib.
Kabar Muin yang dianiaya oleh oknum kontraktor PLTU 1 Indramayu membuat emosi warga terbakar. Sejumlah warga pun membuat keributan.
Akibat dari keributan tersebut, empat orang warga langsung ditangkap pihak kepolisian. Aksi keributan warga itu terekam kamera CCTV yang dipasang pada alat berat. Empat warga langsung dilempar ke bui.
"Malah sebaliknya yang dituduh tersangka warga Jatayu, masuk lah dikriminalisasi, sampe pengadilan, di vonis 6 bulan," ujar Tarmidi.
Lantas apa kabar laporan dari Muin? Menurut Tardimi hingga sekarang laporan tersebut tak ada tindak lanjutan. Padahal kejadian itu sudah empat tahun lalu.
"Kalau engga salah (kejadian) sekitar 2018," kata Tarmidi.
Kriminaliasi tak berhenti. Saat ada rencana pembangunan PLTU II Indramyu, warga kembali menolak. Apalagi Bupati Indaramayu sudah menurunkan surat izin lingkungan.
Izin diberikan tanpa melibatkan warga yang terkena dampak di PLTU 1. Padahal sesuai peraturan perundang-undangan yakni pasal 26 ayat (2) Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Izin lingkungan, harus ada keterlibatan warga terdampak.
Warga beraksi dengan rencana pembangunan PLTU II Indramayu. Mereka layangkan gugatan ke PTUN Bandung terkait surat izin lingkungan bupati. Gugatan ini dimenangkan oleh warga.
Pada 6 Desember 2017, majelis hakim di PTUN Bandung putuskan mencabut Surat Keputusan Izin Lingkungan PLTU Indramayu 2 x 1000 MW.
Putusan ini pun disambut suka cita warga. Mereka pun menggelar acara syukuran. Acara ini digelar juga bertepatan dengan perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW.
"Waktu itu kan bulan maulid Nabi, ya warga itu menyambut adanya maulid Nabi Muhammad, langsung sekalian syukuran karena gugatannya dimenangkan warga," jelas Tarmidi.
Perayaan ini menjadi awal petaka untuk dua warga Sawin dan Sukma. Awalnya keduanya dibantu warga lain sempat memasang bendera Merah Putih di sekitaran lingkungan.
"Dari acara maulid, bendera Merah Putih di pasang jam empat sore, besok paginya jam sembilan udah rame bahwa bendera merah putih terbalik," ungkap Tarmidi.
Bagi warga sangat konyol mereka membalikkan bendara Merah Putih saat mereka menang gugatan.
Tak berselang lama, Sawin dan Sukma dijemput paksa oleh petugas kepolisian terkait bendera Merah Putih terbalik tersebut.
Kasus mereka kemudian bergulir hingga Pengadilan Negeri Indramayu. Sawin dan Sukma divonis 5 bulan penjara.
Rencana Pembangunan PLTU II dan Neraka untuk Warga
Pada 2016 dimulai pembebasan lahan milik warga yang mayoritas berada di desa Mekarsari, Kecamatan Patrol, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat untuk di bangun PLTU II Indramayu,
Belum selesai nasib malang warga terhadap PLTU I Indramayu ini malah akan di bangun PLTU II Indramayu, akan hal tersebut warga membawa gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung.
Gugatan dimenangkan oleh warga. PTUN Bandung pada 6 Desember 2017 yang memutuskan mencabut izin bangunan PLTU II Indramayu.
Sebelum kemenangan gugatan di PTUN itu, warga sudah mencium kejanggalan terkait pembebasan lahan pada 2016.
Warga saat itu diminta kumpulkan surat tanah tanpa mengetahui berapa nominal yang akan diterima saat tanah mereka dibebaskan.
"Jadi surat-surat pemilik lahan itu diambil, sebelum ada kepastian nominalnya berapa," ucap ketua Jatayu Rodi.
Rodi juga menyebutkan bahwa iming-iming awal, lahan milik warga yang akan di jadikan PLTU II Indramayu mendapat ganti untung sebesar Rp300.000-500.0000 per meter.
Namun faktanya, warga hanya mendapat Rp163.000 per meter. "Berawalnya kan 500.000 300.000 tapi pada kenyataannya dijual 163.000/meter,"
Lahan yang sudah dibeli pihak PLTU II Indramayu kini tidak terlalu diurus dan hanya di tandai dengan adanya bambu di masing-masing sisi.
PLTU II ibarat neraka baru bagi warga sekitar setelah kehadiran PLTU I. Apalagi bahan pembarakan yang digunakan tidak hanya batu baru tapi juga serbuk kayu.
"Jadi artinya batu bara sudah mengandung racun yang begitu besar di tambah lagi dengan kayu, ya tambah racun lagi kan," ucap Rodi.
Metode co-firing biomassa merupakan salah satu strategi pemerintah untuk transisi energi dan diklaim sebagai metode netral karbon. Padahal emisi dari pembakaran biomassa ini terindikasi sama atau lebih dari pada batubara.
Salah satu dari 35 PLTU di Indonesia yang sudah menerapkan metode co-firing yakni PLTU Indramayu 1 dengan kapasitas 3 x 330 MW, PLTU I Indramayu ini telah melakukan co-firing biomasa pelet kayu sejak akhir tahun 2021.
"Jadi kan dari data yang ada itu dari RUPTL dari 2021-2030 sebenernya targetnya akan 52 PLTU itu co firingnya sampai tahun 2025 target awalnya. Nah, per Mei tahun ini sudah sampai 32 yang PLTU Co firingnya nah itu hingga akhir tahun di targetkan oleh pemerintah sudah sampai 35 PLTU yang co firingnya," ucap juru kampanye Biomass Trend Asia, Meike Indah Erlina.
Dalam riset “Membajak Transisi Energi” serial “Adu Klaim Mengurangi Emisi” yang diluncurkan Trend Asia pada 20222, ditemukan bahwa metode co-firing tidak bersifat netral karbon, ketika menghitung emisi dari hulu ke hilir.
Apalagi ketika menimbang dampak deforestasi dan kerusakan ekologis yang ditimbulkan dari pembalakan hutan alam menjadi Hutan Tanaman Energi (HTE) atau kebun energi
Selain berdampak pada aspek ekonomi dan kesehatan warga, praktik co-firing ini berpotensi menambah beban keuangan negara.
Saat ini, kondisi jaringan listrik Jawa-Bali sudah oversupply dan angka oversupply ini diprediksi akan mencapai 61% di tahun 2030.
Sebelum skema co-firing dilakukan, aktivitas pembakaran batubara sudah serius dialami warga sekitar.
Skema ini merupakan ancaman yang serius karena aktivitas penebangan hutan untuk lahan bahan baku pelet kayu ini berkontribusi terhadap peningkatan suhu global dan tidak menutup kemungkinan terjadinya bencana ekologis.
Kontributor : Danan Arya