-
Pemkab Cirebon susun Raperda KTR untuk lindungi kesehatan publik sambil seimbangkan aspek ekonomi daerah.
-
Penyusunan Raperda KTR Cirebon dilakukan dengan menjaring aspirasi penuh dari pelaku usaha, akademisi, dan masyarakat.
-
Pelaku usaha mendukung Raperda KTR tetapi meminta pemerintah bijak agar tidak membebani sektor bisnis dan lapangan kerja.
SuaraJabar.id - Pemerintah Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, menunjukkan komitmennya dalam menciptakan kebijakan yang partisipatif dan berimbang.
Saat ini, Pemkab tengah intensif menjaring aspirasi masyarakat dan pelaku usaha terkait penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
Raperda ini, yang kini siap dibahas bersama DPRD setempat, bertujuan untuk melindungi kesehatan masyarakat tanpa mengabaikan aspek ekonomi daerah yang signifikan bergantung pada komoditas tembakau.
Kepala Bagian Hukum Setda Kabupaten Cirebon, Setia Budi Hartono, menegaskan bahwa proses penyusunan raperda ini dilakukan dengan prinsip partisipasi penuh.
Baca Juga:Desa Penghasil Pajak di Jawa Barat Jadi Prioritas Dedi Mulyadi
"Kegiatan penjaringan masukan tersebut dilaksanakan di salah satu hotel kawasan Kedawung pada Rabu (15/10), dengan melibatkan pelaku industri, akademisi, organisasi masyarakat, hingga asosiasi pengusaha,” katanya dilansir dari Antara.
Penyusunan regulasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR) selalu menjadi isu sensitif yang mempertemukan dua kepentingan besar kesehatan publik dan keberlangsungan ekonomi.
Produk tembakau, khususnya rokok, merupakan komoditas strategis yang ikut menopang perekonomian daerah melalui sektor industri dan pendapatan cukai.
Hartono menjelaskan, pemerintah daerah sangat terbuka terhadap setiap masukan karena menyadari kompleksitas ini.
"Pemerintah daerah sangat terbuka terhadap setiap masukan, karena produk tembakau khususnya rokok merupakan komoditas strategis yang ikut menopang perekonomian daerah," ujarnya.
Baca Juga:Lawan Politik Uang! Pilkades Digital Resmi Bergulir di Karawang dan Indramayu
Untuk mengantisipasi potensi dampak negatif, terutama pada pendapatan asli daerah (PAD) dari Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT), Pemkab Cirebon telah mengambil langkah proaktif.
"Bapelitbangda, Dinas Kesehatan, dan Bagian Hukum ditugaskan untuk memetakan potensi dampak ekonomi serta memberikan rekomendasi kebijakan kepada bupati,” kata Hartono.
Dukungan terhadap pembentukan raperda ini datang dari berbagai pihak, termasuk sektor usaha. Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Cirebon, Ida Kartika, menyatakan dukungannya, namun tetap berharap penerapannya tidak membebani sektor usaha.
Ia memberikan masukan agar pemerintah daerah selalu bersikap bijak dalam membuat sebuah regulasi, supaya dampak positifnya bisa dirasakan semua pihak.
"Silakan buat aturan, tapi jangan sampai pelaku usaha yang sudah terjepit, makin terjepit,” ujar Ida, menyoroti kekhawatiran akan dampak ekonomi dan potensi hilangnya lapangan kerja.