SuaraJabar.id - Merujuk pada data Pemprov Jabar di 2021 ada sekitar 1.563.814 keluarga belum memiliki tempat tinggal sendiri. Dikutip dari opendata Pemprov Jabar, dalam dua tahun terakhir, rata-rata tiap tahun ada 1.582.970 warga di Jawa Barat belum memiliki hunian layak.
Isu mengenai hunian layak untuk masyarakat menjadi sorotan di Pilpres 2024. Pasangan capres cawapres nomor urut 2, Prabowo-Gibran menganggap bahwa industri perumahan rakyat sangat perlu diperhatikan.
Pasangan ini menempatkan industri hunian layak ini sebagai salah satu inisiatif prioritas setara dengan sejumlah industri penting lainnya.
Menurut anggota Dewan Pakar Perumahan dan Perkotaan Koalisi Indonesia Maju (KIM), Panangian Simanungkalit, Prabowo-Gibran memiliki komitmen kuat untuk selesaikan masalah persoalan perumahan rakyat.
Baca Juga:Cak Imin Siap Debat Cawapres, Sparring Bareng Anak Muda, Timnas AMIN: Kasih Pertanyaan Tajam
“Prabowo-Gibran berkomitmen untuk menyelesaikan kusutnya persoalan perumahan rakyat,” ungkap Panangian Simanungkalit, seperti dikutip, Selasa (19/12).
Ditambahkan oleh Panangian, hunian layak bagi masyarakat kurang mampu (MBR), generasi milenial, dan generasi Z penting dalam pandangan Prabowo-Gibran.
Panangian melaporkan, pasangan Prabowo-Gibran berniat membangun atau merenovasi 25 unit rumah per desa/kelurahan setiap tahunnya selain untuk mempercepat penyediaan rumah bagi mereka yang tidak memiliki tempat tinggal. Hal ini akan memungkinkan pembangunan 2 juta rumah di daerah pedesaan dapat dimulai pada tahun kedua.
Prabowo-Gibran juga disebut memiliki rencana untuk membangun 500.000 unit rumah tapak dan 500.000 unit hunian vertikal (rusunami dan rusunawa) di wilayah metropolitan untuk mengatasi backlog.
Dijelaskan oleh Panangian, keberpihakan Prabowo-Gibran kepada masyarakat merupakan hal yang belum pernah diperhatikan dalam pembangunan Indonesia.
Baca Juga:Jadi Faktor Penting Jaga Akhlak Generasi Muda, Cak Imin Singgung Soal Kesejahteraan Guru Ngaji
Sebab, pembangunan, khususnya di bidang perumahan, akan dimulai di dusun tersebut. Ia menggarisbawahi, konsep pembangunan rumah di desa merupakan representasi dorongan negara terhadap pertumbuhan masyarakat.
“Saya memperkirakan, pembangunan dan renovasi 2 juta rumah dipedesaan yang dibarengi dengan pembangunan 500 ribu rumah tapak dan 500 hunian vertikal akan mampu menciptakan lapangan kerja untuk sekitar 4,6 juta. Hal ini pada akhirnya akan memacu pertumbuhan ekonomi nasional,” ungkapnya.
Sementara itu, Paulus Totok Lusida dari Dewan Pakar Perumahan dan Perkotaan KIM mengatakan bahwa skema hunian layak Prabowo-Gibran akan dilaksanakan sesuai dengan fakta dan kebijakan yang relevan.
Menuruntya, Prabowo-Gibran bekerja sama dengan sekelompok pakar di sektor perumahan dan perkotaan untuk mengidentifikasi jawaban atas berbagai permasalahan hunian layak yang belum terselesaikan di kemudian hari, berdasarkan pada solusi yang tepat.
Pembangunan perumahan di wilayah metropolitan, khususnya untuk kota dengan penduduk lebih dari dua juta jiwa harus cakup perumahan vertikal. Artinya, kebijakan pembangunan rumah vertikal sebanyak-banyaknya akan dikeluarkan oleh pemerintah.
Dengan cara ini, mereka yang membutuhkan tempat tinggal—generasi millenial dan Generasi Z, misalnya—akan mendapatkan rumah yang bagus dan nyaman.
KIM berencana membangun 500 gedung pencakar langit perumahan setinggi 500 lantai setiap tahunnya, dengan masing-masing menara menampung 1.000 rumah susun.
Sebagian besar pembangunan akan berupa rumah susun sewa (rusunawa). Hal ini ditujukan kepada generasi Z dan milenial yang sebagian besar tidak bankable dan memiliki pendapatan yang bervariasi.
Untuk menghemat pemanfaatan lahan, kata Totok, rusun yang akan dibuat kini setinggi 30 lantai, bukan 4-5 lantai. Pembatasan pemerintah pada akhirnya memungkinkan rumah susun tersebut diubah menjadi rumah susun milik (rusunami).
Menurut Totok, ke depannya, pemerintah akan lebih memanfaatkan wilayah yang diperkirakan cukup luas dan dimiliki oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan BUMN.